Saturday, October 31, 2015

Pembagian Tauhid Dalam Al Qur’an

Pembagian Tauhid Dalam Al Qur’an

Pembagian yang populer di kalangan ulama adalah pembagian
tauhid menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat.
Pembagian ini terkumpul dalam firman Allah dalam Al Qur’an

 505  0
makna-tauhid-dan-pembagiannya
Makna TauhidPembagian Tauhid dalam Al Qur’an   Kaitan Antara Tauhid Rububiyah dan UluhiyahIsi Al-Qur’an Semuanya Tentang Tauhid
  1. Berita tentang Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-Nya,
    dan perkataan-Nya. Ini adalah termasuk tauhidul ‘ilmi al khabari
    (termasuk di dalamnya tauhid rububiyah danasma’ wa shifat).
  1. Seruan untuk untuk beribadah hanya kepada Allah semata dan
    tidak mempersekutukan-Nya.
    Ini adalah tauhidul iraadi at thalabi (tauhid uluhiyah).
  1. Berisi perintah dan larangan serta keharusan untuk taat
    dan menjauhi larangan. Hal-hal tersebut merupakan
    huquuqut tauhid wa mukammilatuhu (hak-hak tauhid
    dan penyempurna tauhid).
  1. Berita tentang kemuliaan orang yang bertauhid,
    tentang balasan kemuliaan di dunia dan balasan
    kemuliaan di akhirat. Ini termasuk jazaa’ut tauhid
    (balasan bagi ahli tauhid).
  1. Berita tentang orang-orang musyrik, tentang balasan
    berupa siksa di dunia dan balasan azab di akhirat.
    Ini termasuk balasan bagi yang menyelisihi hukum tauhid.
Tauhid secara bahasa merupakan mashdar (kata benda dari kata kerja, ed)
dari katawahhada. Jika dikatakan wahhada syai’a artinya
menjadikan sesuatu itu satu. Sedangkan menurut syariat
berarti mengesakan Allah dalam sesuatu yang merupakan
kekhususan bagi-Nya berupa rububiyahuluhiyah, dan asma’ wa shifat ( Al-Qaulul Mufiiid Syarh Kitabi At-Tauhid I/7).

Kata tauhid sendiri merupakan kata yang terdapat dalam
hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam
hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu,

Engkau akan mendatangi kaum ahli kitab, maka jadikanlah
materi dakwah yang kamu sampaikan pertama kali adalah
agar mereka 
mentauhidkan Allah”. Demikan juga dalam
perkataan sahabat Nabi, “Rasulullah bertahlil dengan tauhid”.
Dalam ucapan beliau labbaika Allahumma labbaika,
labbaika laa syariika laka labbaika, 
ucapan talbiyah yang
diucapkan ketika memulai ibadah haji. Dengan demikian
kata tauhid adalah kata syar’i dan terdapat
dalam hadits Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam
(Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah li Syaikh Shalih Alu Syaikh 63).

Pembagian yang populer di kalangan ulama adalah pembagian
tauhid menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah,
dan asma’ wa shifat. Pembagian ini terkumpul dalam firman Allah dalam Al Qur’an:
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً
“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan segala
sesuatu yang ada di antara keduanya, maka sembahlah
Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya.
Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan
Dia (yang patut disembah)?” 
(Maryam: 65).Perhatikan ayat di atas:
(1). Dalam firman-Nya (رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ)
(Rabb (yang menguasai) langit dan bumi)
merupakan penetapan tauhid rububiyah.
(2). Dalam firman-Nya (فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ)
(maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah
dalam beribadah kepada-Nya
) merupakan penetapan tauhid uluhiyah.
(3). Dan dalam firman-Nya (هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً)
(Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia?)
merupakan penetapan tauhid asma’ wa shifat.
Berikut penjelasan ringkas tentang tiga jenis tauhid tersebut:

Tauhid rububiyah. Maknanya adalah mengesakan Allah dalam
hal penciptaan, kepemilikan, dan pengurusan. Di antara dalil
yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah:
أَلاَلَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan
hanyalah hak Allah” 
(Al- A’raf: 54).

Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah 

karena penisbatanya kepada Allah dan disebut tauhid ibadah
karena penisbatannya kepada makhluk (hamba). Adapun
maksudnya ialah pengesaan Allah dalam ibadah, yakni
bahwasanya hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi.
Allah 
Ta’ala berfirman:ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ
”Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang
hak dan sesungguhnya yang mereka seru selain Allah adalah batil” 
(Luqman: 30).

Tauhid asma’ wa shifat. Maksudnya adalah pengesaan
Allah 
‘Azza wa Jalla dengan nama-nama dan sifat-sifat
yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua hal
yaitu penetapan dan penafian. Artinya kita harus menetapkan
seluruh nama dan sifat bagi Allah sebgaimana yang
Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau
sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang
semisal dengan Allah dalam nama dan sifat-Nya.
Dalam menetapkan sifat bagi Allah tidak boleh
melakukan 
ta’thiltahriftamtsil, maupun takyif.

Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan
Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” 
(Asy-Syuura: 11) (Lihat Al-Qaulul Mufiiid  I/7-10).

Sebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja yaitu
tauhid dalam ma’rifat wal itsbat(pengenalan dan penetapan)
dan tauhid fii thalab wal qasd (tauhid dalam tujuan ibadah).
Jika dengan pembagian seperti ini maka tauhid rububiyah
dan tauhid asma’ wa shifat termasuk golongan yang
pertama sedangkan tauhid uluhiyah adalah golongan
yang kedua (Lihat Fathul Majid 18).
Pembagian tauhid dengan pembagian seperti di atas
merupakan hasil penelitian para ulama terhadap seluruh
dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga pembagian
tersebut bukan termasuk bid’ah karena memiliki landasan
dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Antara tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah mempunyai
hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Tauhid rububiyah
mengkonsekuensikan tauhid uluhiyah.
Maksudnya pengakuan seseorang terhadap
tauhid rububiyah mengharuskan pengakuannya terhadap tauhid uluhiyah.
Barangsiapa yang telah mengetahui bahwa Allah adalah
Tuhannya yang menciptakannya dan mengatur segala urusannya,
maka dia harus beribadah hanya kepada Allah dan
tidak menyekutukan-Nya. Sedangkan tauhid uluhiyah
terkandung di dalamnya tauhid rububiyah. Maksudnya,
tauhid rububiyah termasuk bagian dari tauhid uluhiyah.
Barangsiapa yang beribadah kepada Allah semata dan
tidak menyekutukan-Nya, pasti dia meyakini bahwa
Allahlah Tuhannya dan penciptanya. Hal ini sebagaimana
perkatan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:

قَالَ أَفَرَءَيْتُم مَّاكُنتُمْ تَعْبُدُونَ {75} أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُمُ اْلأَقْدَمُونَ {76} فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِّي إِلاَّرَبَّ الْعَالَمِينَ
 {77} الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ {78} وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ {79} وَإِذَامَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
 {80} وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ {81} وَالَّذِي أَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ {82}

“Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah
memperhatikan apa yang selalu kamu sembah (75),
kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu? (76),
karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku,
kecuali Tuhan semesta alam (77), (yaitu Tuhan)
Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang
memberi petunjuk kepadaku (78), dan Tuhanku,
Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku (79),
dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkanku (80),
dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan
aku (kembali) (81), dan Yang amat aku inginkan akan
mengampuni kesalahanku pada hari kiamat (82)” 
(Asy- Syu’araa’: 75-82).

Tauhid rububiyah dan uluhiyah terkadang disebutkan bersamaan,
maka ketika itu maknanya berbeda, karena pada asalnya ketika
ada dua kalimat yang disebutkan secara bersamaan dengan
kata sambung menunjukkan dua hal yang berbeda.
Hal ini sebagaimana dalam firman Allah:

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ {1} مَلِكِ النَّاسِ {2} إِلَهِ النَّاسِ {3}
“Katakanlah;” Aku berlindung kepada Rabb
(yang memelihara dan menguasai) manusia (1).
Raja manusia (2). Sesembahan manusia (3)” 
(An-Naas: 1-3).

Makna Rabb dalam ayat ini adalah raja yang mengatur manusia,
sedangkan makna Ilaahadalah sesembahan satu-satunya 

yang berhak untuk disembah.
Terkadang tauhid uluhiyah atau rububiyah disebut sendiri
tanpa bergandengan. Maka ketika disebutkan salah satunya
mencakup makna keduanya. Contohnya pada ucapan malaikat
maut kepada mayit di kubur: “Siapa Rabbmu?”, yang maknanya adalah:
 “Siapakah penciptamu dan sesembahanmu?”
Hal ini juga sebagaimanan firman Allah:
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلآَّ أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللهُ
“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata:
”Tuhan (Rabb) kami hanyalah Allah” 
(Al-Hajj: 40).
قُلْ أَغَيْرَ اللهِ أَبْغِي رَبًّا
“Katakanlah:”Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah” (Al-An’am: 164).
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan
“Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqamah” 
(Fushshilat: 30). Penyebutan rububiyah dalam ayat-ayat
di atas mengandung makna uluhiyah 

( Lihat Al Irsyad ilaa Shahihil I’tiqad 27-28).
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa isi
Al-Qur’an semuanya adalah tentang tauhid. Maksudnya
karena isi Al-Qur’an menjelaskan hal-hal berikut:
Dengan demikian, Al-Qur’an seluruhnya berisi tentang tauhid,
hak-haknya dan balasannya. Selain itu juga berisi tentang
kebalikan dari tauhid yaitu syirik, tentang orang-orang musyrik,
dan balasan bagi mereka (Lihat  Fathul Majid 19).
Demikianlah sekelumit pembahasan tentang pembagian tauhid.
Semoga Allah Ta’alasenantiasa meneguhkan kita
di atas jalan tauhid untuk mempelajarinya,
mengamalkannya, dan mendakwahkannya.
***

0 comments:

Post a Comment